Sabtu, 05 Mei 2012

CONTOH RANPERDA


 
PEMERINTAH KOTA MALANG
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG
NOMOR 01 TAHUN 2012
TENTANG
PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA KOTA MALANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA KOTA MALANG,
Menimbang :
a.  Bahwa bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya di kota malang merupakan kekayaan budaya yang harus dilestarikan demi pemupukan jati diri bangsa dan kepentingan nasional ;
b.  Bahwa perkembangan pembangunan kota malang saat ini mengalami peningkatan dan perubahan yang pesat, sehingga dapat berpengaruh terhadap kelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
c. Bahwa untuk menjaga kelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya diperlukan pengaturan terhadap perlindungan dan pemeliharaan serta hal-hal lain yang terkait dengan pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
d.  Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pelestarian Bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya di wilayah kota malang.
Mengingat :
1.  Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur / Jawa Tengah /Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) ;
2.   Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209) ;
3.   Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470) ;
4.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran  Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258) ;
5.    Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389) ;
6.   Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4493) ;
7.    Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3516) ;
8.    Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2010  Nomor 2.E/2010) ;
9.    Peraturan Daerah Kota Malang Nomor  6 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2009-2013 ( Lembaran Darah Kota Malang Tahun 2010 Nomor 3.E/2010) ;
10. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2010 Nomor 7.E/2010) ;
11.  Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2009 Nomor 04.E/ 2009) ;
12.  Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2004 Tentang Retribusi Perijinan Bangunan (IMB) (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2004 Nomor 03.C/2004) ;

13.  Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Bangunan ;
14.  Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Retribusi Usaha Pariwisata (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2002 Nomor  06.C/2002) ;
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA MALANG
dan
WALIKOTA KOTA MALANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA KOTA MALANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kota Malang.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang .
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota Malang.
4. Kepala Daerah adalah Walikota Malang .
5. Tim Pertimbangan Pelestarian Bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang selanjutnya dapat disingkat dengan Tim Cagar Budaya, adalah Tim yang bertugas memberi pertimbangan kepada Pemerintah Daerah dalam mengambil kebijakan terhadap kelestarian dan pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya kota malang.
6. Orang adalah orang pribadi atau badan.
7. Bangunan Cagar Budaya adalah bangunan buatan manusia, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa- sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan .
8. Lingkungan Cagar Budaya adalah kawasan di sekitar atau di sekeliling bangunan cagar budaya yang diperlukan untuk pelestarian bangunan cagar budaya dan/atau kawasan tertentu yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan .
9. Pelestarian atau Konservasi adalah segenap proses pengelolaan suatu bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya agar makna budaya yang dikandungnya terpelihara dengan baik dengan tujuan untuk melindungi, memelihara dan memanfaatkan, dengan cara preservasi, pemugaran atau demolisi .
10. Perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi segala gejala atau akibat yang disebabkan oleh perbuatan manusia atau proses alam, yang dapat menimbulkan kerugian atau kemusnahan bagi nilai manfaat dan keutuhan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan cara penyelamatan, pengamanan dan penertiban .
11. Pemeliharaan adalah upaya melestarikan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dari kerusakan yang diakibatkan oleh faktor manusia, alam dan hayati dengan cara perawatan dan pengawetan.
12. Preservasi adalah pelestarian suatu bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan cara mempertahankan keadaan aslinya tanpa ada perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran.
13. Pemugaran adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan melestarikan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan cara restorasi (rehabilitasi), rekonstruksi atau revitalisasi (adaptasi) .
14. Restorasi atau rehabilitasi adalah pelestarian suatu bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan cara mengembalikan ke dalam keadaan semula dengan menghilangkan tambahan-tambahan dan memasang komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
15. Rekonstruksi adalah upaya mengembalikan suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan lama maupun bahan baru, sesuai informasi kesejarahan yang diketahui.
16. Adaptasi atau Revitalisasi adalah mengubah bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya agar dapat dimanfaatkan untuk fungsi yang lebih sesuai tanpa menuntut perubahan drastis .
(17)Demolisi adalah upaya pembongkaran atau perombakan suatu bangunan cagar budaya yang sudah dianggap rusak dan membahayakan dengan pertimbangan dari aspek keselamatan dan keamanan dengan melalui penelitian terlebih dahulu dengan dokumentasi yang lengkap.
BAB II
TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya kota malang bertujuan :
a. mempertahankan keaslian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang mengandung nilai sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan ;
b. melindungi dan memelihara bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dari kerusakan yang disebabkan oleh tindakan manusia maupun proses alam ;
c. memanfaatkan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya sebagai kekayaan budaya untuk dikelola sebaik-baiknya demi kepentingan pembangunan dan citra kota serta tujuan wisata.
Pasal 3
Sasaran pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya adalah :
a. meningkatkan kesadaran masyarakat dan pemilik akan pentingnya pelestarian, perlindungan dan pemeliharaan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya;
b. memberikan dorongan dan dukungan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam upaya pelestarian, perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan terhadap potensi bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya untuk kepentingan sejarah, pengetahuan, kebudayaan, sosial dan ekonomi.
Pasal 4
Ruang lingkup yang diatur dalam Peraturan Daerah ini meliputi :
a. bangunan cagar budaya ;
b. lingkungan cagar budaya .
BAB III
TUGAS, TANGGUNGJAWAB DAN WEWENANG
Pasal 5
Pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya di Daerah menjadi tugas dan tanggungjawab Pemerintah Daerah.
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pemerintah Daerah berwenang :
a. menetapkan prosedur dan tata cara serta melakukan inventarisasi terhadap bangunan dan lingkungan yang diduga sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
b. menetapkan prosedur dan tata cara pelaporan penemuan bangunan dan lingkungan yang diduga sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
c. menetapkan bangunan dan/atau lingkungan sebagai bangunan dan/atau lingkungan yang diduga sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya berdasarkan beberapa kriteria bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
d. melakukan penelitian berdasarkan kriteria untuk penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
c. melakukan pendaftaran terhadap bangunan cagar budaya ;
d. mengatur perlindungan, pemeliharaan dan pemanfaatan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
e. memberikan izin kegiatan pemugaran, pembongkaran dalam rangka pemugaran atau demolisi terhadap bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
f. melakukan pengawasan terhadap perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan serta pelaksanaan pemugaran bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2) Rencana tata ruang kota harus mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan keberadaan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Pasal 7
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk menikmati keberadaan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2) Setiap orang mempunyai hak atas informasi yang berkaitan dengan peran serta dalam  pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(3)Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
(1)Setiap orang berkewajiban menjaga kelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya serta mencegah dan menanggulangi kerusakan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya .
(2)Setiap orang yang memiliki, menguasai dan/atau memanfaatkan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya wajib memelihara kelestarian dan mencegah kerusakan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya. 
BAB V
KRITERIA, TOLOK UKUR DAN PENGGOLONGAN
Pasal 9
(1)Penentuan bangunan cagar budaya ditetapkan berdasarkan kriteria:
- Umur ;
- Estetika ;
- Kejamakan ;
- Kelangkaan ;
- Nilai Sejarah ;
- Memperkuat Kawasan ;
- Keaslian ;
- Keistimewaan ; dan/atau
- Tengeran.
(2)Penentuan Lingkungan Cagar Budaya ditetapkan berdasarkan kriteria:
- Umur ;
- Keaslian ;
- Nilai Sejarah ;
- Kelangkaan ; dan/atau
- Ilmu Pengetahuan
Pasal 10
(1) Tolok ukur dari kriteria bangunan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), adalah:
a. umur berkenaan dengan batas usia bangunan cagar budaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun ;
b. estetika berkenaan dengan aspek rancangan arsitektur yang menggambarkan suatu zaman dan gaya/langgam tertentu ;
c. kejamakan berkenaan dengan bangunan-bangunan, atau bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan ;
d. kelangkaan berkenaan dengan jumlah yang terbatas dari jenis atau fungsinya, atau hanya satu-satunya di lingkungan atau wilayah tertentu ;
e. nilai sejarah berkenaan dengan peristiwa perubahan dan/atau perkembangan kota Malang, nilai-nilai kerajaan, kepahlawanan, peristiwa perjuangan bangsa Indosnesia, ketokohan, politik, sosial, budaya serta nilai arsitektural yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan/atau Daerah ;
f. memperkuat kawasan berkenaan dengan bangunan-bangunan dan/atau bagian kota Malang yang karena potensi dan/atau keberadaannya dapat mempengaruhi serta sangat bermakna untuk meningkatkan kualitas dan citra lingkungan di sekitarnya ;
g. keaslian berkenaan dengan tingkat perubahan dari bangunan cagar budaya baik dari aspek struktur, material, tampang bangunan maupun sarana dan prasarana lingkungannya ;
h. keistimewaan berkenaan dengan sifat istimewa dari bangunan dimaksud ;
i. tengeran atau landmark berkenaan dengan keberadaan sebuah bangunan, baik tunggal maupun jamak dari bangunan atau lansekap yang menjadi simbol/karakter suatu tempat atau lingkungan tersebut
(2) Tolok ukur dari kriteria lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), adalah:
a.umur berkenaan dengan usia lingkungan terbangun, paling sedikit seusia bangunan yang telah ditetapkan atau diduga sebagai bangunan cagar budaya ;
b.keaslian adalah keberadaan lingkungan cagar budaya yang masih asli, baik lengkap maupun tidak  lengkap ;
c.nilai sejarah berkenaan dengan peristiwa perubahan dan/atau perkembangan kota Malang, nilai-nilai kerajaan, kepahlawanan, peristiwa peeruangan bangsa Indonesia, ketokohan, politik, sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional dan/atau daerah untuk memperkuat jati diri bangsa ;
d.kelangkaan berkenaan dengan tatanan tapak atau tatanan lingkungan yang jarang ditemukan ;
e.ilmu pengetahuan, berkenaan dengan ilmu dan pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungan cagar budaya.
Pasal 11
(1)Berdasarkan kriteria dan tolok ukur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 bangunan cagar budaya dibagi dalam 4 (empat) golongan, yaitu bangunan cagar budaya Golongan A, Golongan B, Golongan C, dan Golongan D.
(2)Bangunan cagar budaya Golongan A adalah bangunan cagar budaya yang harus dipertahankan dengan cara preservasi.
(3)Bangunan cagar budaya Golongan B adalah bangunan cagar budaya yang dapat dilakukan pemugaran dengan cara restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi .
(4)Bangunan cagar budaya Golongan C adalah bangunan cagar budaya yang dapat dilakukan pemugaran dengan cara revitalisasi/adaptasi.
(5)Bangunan cagar budaya Golongan D adalah bangunan cagar budaya yang keberadaannya dianggap dapat membahayakan keselamatan pengguna maupun lingkungan sekitarnya, sehingga dapat dibongkar dan dapat dibangun kembali sesuai dengan aslinya dengan cara demolisi.
Pasal 12
(1)Berdasarkan kriteria dan tolok ukur sebagaimana dimaksud Pasal 9 dan Pasal 10, lingkungan cagar budaya dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu golongan I, golongan II dan golongan III .
(2)Lingkungan cagar budaya golongan I yaitu lingkungan cagar budaya yang secara fisik masih lengkap serta memenuhi seluruh kriteria.
(3)Lingkungan cagar budaya golongan II yaitu lingkungan cagar budaya yang secara fisik tidak lengkap serta minimal memenuhi kriteria umur, keaslian dan nilai sejarah .
(4)Lingkungan cagar budaya golongan III yaitu lingkungan cagar budaya yang secara fisik tidak lengkap serta minimal memenuhi kriteria umur dan keaslian.
Pasal 13
Pelaksanaan penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah .
Pasal 14
Konservasi bangunan cagar budaya Golongan A (Preservasi) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. bangunan dilarang dibongkar dan/atau diubah ;
b. apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak berdiri, dapat dilakukan pembongkaran untuk dibangun kembali seperti semula sesuai dengan aslinya ;
c. pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan yang sama/sejenis atau memiliki karakter yang sama dengan mempertahankan detail ornamen aslinya ;
d. dalam upaya revitalisasi dimungkinkan adanya penyesuaian perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah bentuk aslinya ; dan
e. di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
Pasal 15
Konservasi bangunan cagar budaya Golongan B (Restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. bangunan dilarang dibongkar kecuali apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak, sehingga dapat dilakukan pembongkaran ;
b. dalam hal bangunan cagar budaya sudah tidak utuh lagi maka apabila dilakukan pembangunan harus sesuai dengan bentuk aslinya dan tidak boleh membongkar bagian bangunan yang masih ada ;
c. pemeliharaan dan perawatan bangunan cagar budaya harus dilakukan tanpa mengubah tampang bangunan, warna dan detail serta ornamen bangunan ;
d. dalam upaya restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang bagian dalam, sepanjang tidak mengubah struktur utama bangunan; dan
e. di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan yang utuh dengan bangunan utama.
Pasal 16
Konservasi bangunan cagar budaya Golongan C (Revitalisasi/adaptasi) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. perubahan bangunan dapat dilakukan dengan syarat tetap mempertahankan tampang bangunan utama termasuk warna, detail dan ornamennya ;
b. warna, detail dan ornamen dari bagian bangunan yang diubah disesuaikan dengan arsitektur bangunan aslinya ;
c. penambahan bangunan di dalam tapak atau persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya dan harus disesuaikan dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian tatanan tapak ; dan
d. fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.
Pasal 17
(1) Bangunan cagar budaya yang keberadaannya dapat membahayakan keselamatan lingkungan sekitarnya dapat dilakukan demolisi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pelaksanaan demolisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB VI
INVENTARISASI DAN PENEMUAN
Pasal 18
(1) Setiap orang dapat melakukan inventarisasi terhadap bangunan dan/atau lingkungan yang diduga sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya .
(2) Kegiatan inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari Kepala Daerah.
(3) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilaporkan secara berkala kepada Kepala Daerah setiap 1(satu) bulan sejak tanggal diberikan rekomendasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat   (2), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 19
(1) Setiap orang yang menemukan atau mengetahui ditemukannya bangunan dan/atau lingkungan yang diduga sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang tidak diketahui pemiliknya, wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah paling lambat 14(empat belas) hari sejak ditemukan atau mengetahui ditemukannya.
(2) Berdasarkan laporan tersebut, terhadap bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) segera dilakukan penelitian.
(3) Sejak diterimanya laporan dan selama dilakukannya proses penelitian terhadap bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang ditemukan diberikan perlindungan sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(4) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah menentukan bangunan dan/atau lingkungan sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya atau bukan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya, dan menetapkan :
a.  pemilikan oleh Negara dengan pemberian imbalan yang wajar ;
b.  pemilikan sebagian dari bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya oleh penemu ;
c. penyerahan kembali kepada penemu, apabila terbukti bangunan dan/atau lingkungan tersebut bukan sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang tidak diketahui pemiliknya ; atau
d. pemilikan, penguasaan dan pemanfaatannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila bangunan dan/atau lingkungan tersebut ternyata merupakan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang tidak diketahui pemiliknya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan, penelitian dan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah . 
BAB VII
PENETAPAN DAN PEMBERIAN TANDA BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA

Pasal 20
(1)Penetapan bangunan dan/atau lingkungan sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya didasarkan pada kriteria, tolok ukur dan penggolongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11 dan Pasal 12.
(2)Penetapan bangunan dan/atau lingkungan menjadi bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya harus melalui pertimbangan dari Tim Cagar Budaya.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penetapan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
(4)Tim Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dibentuk oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(5)Kepala Daerah melalui Pejabat yang ditunjuk memberitahukan tentang penetapan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemilik bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dimaksud.
Pasal 21
(1) Setiap orang yang memiliki, menghuni atau mengelola bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya wajib memasang tanda bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang mudah dilihat  oleh umum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanda bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. 
BAB VIII
PENDAFTARAN
Pasal 22
(1) Setiap orang yang memiliki bangunan cagar budaya wajib mendaftarkannya.
(2) Pendaftaran bangunan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. pemilikan ;
b. penguasaan ;
c. pengalihan hak ; dan
d. pemindahan tempat.
(3) Pendaftaran bangunan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dibebani biaya pendaftaran.
(4) Pendaftaran bangunan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis dengan dilengkapi data mengenai :
a. identitas pemilik ;
b. riwayat pemilikan bangunan cagar budaya ; dan
c. jenis, jumlah, bentuk, serta ukuran bangunan cagar budaya.
Pasal 23
(1)Pemilik yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4), diberi Surat Bukti Pendaftaran.
(2)Surat bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku apabila bangunan cagar budaya tersebut :
a.dialihkan pemilikannya ; atau
b.dipindahkan ke lain daerah .
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran bangunan cagar budaya diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. 
BAB IX
PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN
Pasal 24
(1)Dalam rangka pelestarian, bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dikuasai oleh Pemerintah Daerah.
(2)Penguasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenang sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 serta menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini.
Pasal 25
(1)Bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dapat dimiliki oleh setiap orang.
(2)Pemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tetap memperhatikan fungsi sosial dan sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dan peraturan perundang-undang lain yang berlaku.
(3)Pengalihan pemilikan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dapat dilakukan dengan mengutamakan pengalihannya kepada Pemerintah Daerah dengan ganti rugi sesuai peraturan perundang- undangan yang berlaku.
(4)Dalam hal Pemerintah Daerah tidak dapat mengambil alih bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya, maka pengalihan dapat dilakukan dengan orang lain.
(5)Pengalihan pemilikan kepada orang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dapat mengubah penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang telah ditetapkan.
Pasal 26
(1)Setiap orang dapat melakukan pengelolaan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Apabila setiap orang tidak mampu merawat, memugar dan/atau lingkungan cagar budaya, Pemerintah Daerah dapat melakukan pengelolaa dengan persetujuan pemilik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27
(1)Setiap orang dapat melakukan pemanfaatan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial, pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
(2)Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan tetap memperhatikan kelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(3)Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus mendapat izin dari Kepala Daerah.
Pasal 28
(1)Pendirian bangunan baru pada lahan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya harus menyesuaikan situasi dan kondisi bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Pendirian bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus serasi dengan lingkungan baik bentuk, ketinggian dan nilai arsitekturnya.
(3)Setiap orang yang akan mendirikan bangunan sebagaiman dimaksud pada ayat (1), harus mendapat Izin Mendirikan Bangunan dari Kepala Daerah.
Pasal 29
(1)Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diajukan kepada Kepala Daerah melalui Pejabat yang ditunjuk.
(1)Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dan Pasal 28 harus mendapat pertimbangan lebih dahulu dari Tim Cagar Budaya.
BAB X
PERLINDUNGAN, PEMELIHARAAN DAN PEMUGARAN
Pasal 30

(1)Setiap orang wajib melindungi bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pada penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang telah ditetapkan.
Pasal 31
(1)Setiap orang wajib memelihara bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pada penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang telah ditetapkan.
(3)Dalam rangka pemeliharaan terhadap bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang secara fisik mengalami penurunan kualitas dapat dilakukan pemugaran .
Pasal 32
(1)Setiap orang dapat melakukan pemugaran bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pada penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang telah ditetapkan .
(3)Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus mendapat izin dari Kepala Daerah.
Pasal 33
Setiap orang yang akan membongkar sebagian atau melakukan demolisi terhadap bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya harus memiliki Izin Membongkar.
Pasal 34
(1)Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33 diajukan kepada Kepala Daerah melalui Pejabat yang ditunjuk.
(2)Pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Pasal 33 harus mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari Tim Cagar Budaya .
BAB XI
HAK DAN KEWAJIBAN PEMILIK, PENGHUNI DAN PENGELOLA
Pasal 35
(1)Setiap orang yang memiliki, menghuni dan/atau mengelola bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya diberikan bantuan atau kompensasi yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
(2)Pemilik, penghuni dan/atau pengelola lingkungan dan/atau bangunan cagar budaya yang melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, dapat diberi kemudahan perizinan dan/atau insentif pembangunan lainnya, yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.

Pasal 36
(1)Setiap orang yang memiliki, menghuni dan/atau mengelola bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya wajib melindungi, memelihara dan melestarikan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya tersebut.
(2)Pemilik, penghuni dan atau pengelola bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya wajib melaksanakan pemugaran sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
(3)Bagi pemilik, penghuni dan atau pengelola yang tidak mampu melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kewajiban tersebut dapat dialihkan kepada Pemerintah Daerah atau pihak lain dan pemanfaatan atas bangunan serta lingkungan cagar budaya tersebut dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama.
BAB XII
PEMULIHAN
Pasal 37
(1)Apabila pemilik, penghuni dan/atau pengelola bangunan cagar budaya dengan sengaja menelantarkan bangunannya sehingga mengakibatkan kerusakan baik ringan maupun berat, yang bersangkutan berkewajiban untuk memulihkan keadaan bangunannya seperti semula.
(2)Pemilik, penghuni dan/atau pengelola lingkungan cagar budaya yang melakukan pelestarian lingkungan dan/atau bangunan cagar budaya yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, diwajibkan memulihkan lingkungan dan/atau bangunan menjadi keadaan semula dengan biaya sendiri.
(3)Apabila pemulihan tidak dilaksanakan, maka tidak akan diterbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4)Bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang telah mengalami pemulihan tetap mempunyai golongan sama seperti sebelumnya.
BAB XIII
PENGHARGAAN
Pasal 38
(1)Kepala Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Pemilik, Pengelola dan/atau Penghuni bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang telah melaksanakan pelestarian terhadap bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dimaksud.
(2)Bagi yang telah berulang kali mendapatkan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan dapat diangkat/dinyatakan sebagai warga kota teladan dalam hal pelestarian bangunan dan /atau lingkungan cagar budaya.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan dan pengangkatan sebagai warga teladan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah. 

BAB XIV
PENGAWASAN
Pasal 39
(1)Pengawasan terhadap ketentuan dalam Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala Daerah melalui Pejabat yang ditunjuk.
(2)Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang ditunjuk berwenang mengadakan pemeriksaan dan pengawasan terhadap berbagai kegiatan menyangkut bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(3)Guna menunjang tugas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Daerah dapat membentuk Tim Pengawasan Cagar Budaya.
BAB XV
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 40
(1)Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang menerapkan sanksi administrasi berupa :
a. penghentian paksa kegiatan pemugaran, pembongkaran atau perobohan bangunan cagar budaya yang tidak memiliki Izin atau tidak sesuai dengan Izin yang diberikan ;
b. penetapan uang paksa, sebesar Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah) atas keterlambatan per-hari untuk mematuhi perintah penghentian paksa kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a ; dan/atau
c. pencabutan Izin - izin yang telah dilanggar.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur dan tata cara pelaksanaan sanksi administrasi diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB XVI
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 41
(1)Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah berwenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini.
(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam melaksanakan tugas mempunyai wewenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah ;
b. melakukan tindakan pertama dan pemeriksaan di tempat kejadian ;
c. menyuruh berhenti seseorang dan memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d. melakukan penyitaan benda atau surat ;
e. mengambil sidik jari dan memotret seseorang ;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
g. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara ;
h. mengadakan penghentian penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau keluarganya ;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berwenang untuk melakukan penangkapan dan/atau penahanan.
(4)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Hukum Acara Pidana.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 42
(1)Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 21ayat (1), Pasal 22 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (3), Pasal 32 ayat (3), Pasal 33, Pasal 36 ayat (1) atau Pasal 37 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(2)Ketentuan pidana dimaksud pada ayat (1), tidak mengurangi ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya.
(3)Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), adalah pelanggaran. 

BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 43
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku setiap orang yang belum mendaftarkan bangunan cagar budaya sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Peraturan Daerah ini, wajib mendaftarkan kepada Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah paling lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Daerah ini diberlakukan. 

BAB XIX
PENUTUP
Pasal 44
Ketentuan mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah ini, diatur dengajn Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 45
Peraturan Daerah ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan sejak tanggal pengundangan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Malang. 

Ditetapkan Di Malang
Pada Tanggal 19 Juni 2012

Wali Kota Kota Malang
ttd
Zaitun Ningsih

Diandangkan Di Malang
Pada Tanggal 8 September 2012

Sekretaris Daerah

Kota Malang
ttd
Nurkhalis

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Thunderstruck Casino | Shootercasino.com
Thunderstruck Casino. Thunderstruck Casino. Thunderstruck Casino | Thunderstruck Casino. Thunderstruck Casino | Thunderstruck Casino 1XBET | Thunderstruck 우리카지노 Casino. 샌즈카지노 Thunderstruck Casino | Thunderstruck

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More