RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA MALANG
NOMOR 01 TAHUN 2012
TENTANG
PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN
CAGAR BUDAYA KOTA MALANG
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
WALIKOTA KOTA MALANG,
Menimbang :
a. Bahwa bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya di kota malang merupakan kekayaan budaya yang
harus dilestarikan demi pemupukan jati diri bangsa dan kepentingan nasional ;
b. Bahwa
perkembangan pembangunan kota malang saat ini mengalami peningkatan dan
perubahan yang pesat, sehingga dapat berpengaruh terhadap kelestarian bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya ;
c. Bahwa
untuk menjaga kelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya diperlukan
pengaturan terhadap perlindungan dan pemeliharaan serta hal-hal lain yang
terkait dengan pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
d. Bahwa
berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf
c perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pelestarian Bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya di wilayah kota malang.
Mengingat :
1. Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah Kota Besar dalam Lingkungan
Propinsi Jawa Timur / Jawa Tengah /Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta,
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1965 (Lembaran
Negara Tahun 1965 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037) ;
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 74, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3209) ;
3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang
Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3470) ;
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun
1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258) ;
5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389) ;
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 (Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor
38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4493) ;
7. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun
1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3516) ;
8. Peraturan
Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Tahun 2005 – 2025 (Lembaran
Daerah Kota Malang Tahun 2010 Nomor
2.E/2010) ;
9. Peraturan Daerah Kota
Malang Nomor 6 Tahun 2010 Tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2009-2013 ( Lembaran Darah
Kota Malang Tahun 2010 Nomor 3.E/2010) ;
10. Peraturan Daerah Kota
Malang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan (Lembaran
Daerah Kota Malang Tahun 2010 Nomor 7.E/2010) ;
11. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 5 Tahun 2009 Tentang Penyidik
Pegawai Negeri Sipil (PPNS) (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2009 Nomor 04.E/
2009) ;
12. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 11 Tahun 2004 Tentang Retribusi
Perijinan Bangunan (IMB) (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2004 Nomor
03.C/2004) ;
13. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan
Bangunan ;
14. Peraturan Daerah Kota Malang Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Retribusi
Usaha Pariwisata (Lembaran Daerah Kota Malang Tahun 2002 Nomor 06.C/2002) ;
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA
MALANG
dan
WALIKOTA KOTA MALANG
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG
PELESTARIAN BANGUNAN DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA KOTA MALANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud
dengan :
1. Daerah adalah Kota Malang.
2. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Malang .
3. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kota
Malang.
4. Kepala Daerah adalah Walikota Malang .
5. Tim Pertimbangan Pelestarian Bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya yang selanjutnya dapat disingkat dengan Tim
Cagar Budaya, adalah Tim yang bertugas memberi pertimbangan kepada Pemerintah
Daerah dalam mengambil kebijakan terhadap kelestarian dan pelestarian bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya kota malang.
6. Orang adalah orang pribadi atau badan.
7. Bangunan Cagar Budaya adalah bangunan
buatan manusia, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya atau sisa-
sisanya, yang berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, atau mewakili
masa gaya yang khas dan mewakili masa gaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh)
tahun, serta dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan
dan kebudayaan .
8. Lingkungan Cagar Budaya adalah kawasan
di sekitar atau di sekeliling bangunan cagar budaya yang diperlukan untuk
pelestarian bangunan cagar budaya dan/atau kawasan tertentu yang berumur
sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun, serta dianggap mempunyai nilai
penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan .
9. Pelestarian atau Konservasi adalah
segenap proses pengelolaan suatu bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya agar
makna budaya yang dikandungnya terpelihara dengan baik dengan tujuan untuk
melindungi, memelihara dan memanfaatkan, dengan cara preservasi, pemugaran atau
demolisi .
10. Perlindungan adalah upaya mencegah dan
menanggulangi segala gejala atau akibat yang disebabkan oleh perbuatan manusia
atau proses alam, yang dapat menimbulkan kerugian atau kemusnahan bagi nilai
manfaat dan keutuhan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan cara
penyelamatan, pengamanan dan penertiban .
11. Pemeliharaan adalah upaya melestarikan
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dari kerusakan yang diakibatkan oleh
faktor manusia, alam dan hayati dengan cara perawatan dan pengawetan.
12. Preservasi adalah pelestarian suatu
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan cara mempertahankan keadaan
aslinya tanpa ada perubahan, termasuk upaya mencegah penghancuran.
13. Pemugaran adalah serangkaian kegiatan
yang bertujuan melestarikan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan
cara restorasi (rehabilitasi), rekonstruksi atau revitalisasi (adaptasi) .
14. Restorasi atau rehabilitasi adalah
pelestarian suatu bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya dengan cara
mengembalikan ke dalam keadaan semula dengan menghilangkan tambahan-tambahan
dan memasang komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
15. Rekonstruksi adalah upaya mengembalikan
suatu tempat semirip mungkin dengan keadaan semula, dengan menggunakan bahan
lama maupun bahan baru, sesuai informasi kesejarahan yang diketahui.
16. Adaptasi atau Revitalisasi adalah
mengubah bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya agar dapat dimanfaatkan untuk
fungsi yang lebih sesuai tanpa menuntut perubahan drastis .
(17)Demolisi adalah upaya pembongkaran atau
perombakan suatu bangunan cagar budaya yang sudah dianggap rusak dan
membahayakan dengan pertimbangan dari aspek keselamatan dan keamanan dengan
melalui penelitian terlebih dahulu dengan dokumentasi yang lengkap.
BAB II
TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP
Pasal 2
Pelestarian bangunan dan/atau lingkungan
cagar budaya kota malang bertujuan :
a. mempertahankan keaslian bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya yang mengandung nilai sejarah, ilmu
pengetahuan dan kebudayaan ;
b. melindungi dan memelihara bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya dari kerusakan yang disebabkan oleh tindakan
manusia maupun proses alam ;
c. memanfaatkan bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya sebagai kekayaan budaya untuk dikelola sebaik-baiknya
demi kepentingan pembangunan dan citra kota serta tujuan wisata.
Pasal 3
Sasaran pelestarian bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya adalah :
a. meningkatkan kesadaran masyarakat dan
pemilik akan pentingnya pelestarian, perlindungan dan pemeliharaan bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya;
b. memberikan dorongan dan dukungan kepada
masyarakat untuk berperan serta dalam upaya pelestarian, perlindungan,
pemeliharaan dan pemanfaatan terhadap potensi bangunan dan/atau lingkungan
cagar budaya untuk kepentingan sejarah, pengetahuan, kebudayaan, sosial dan
ekonomi.
Pasal 4
Ruang lingkup yang diatur dalam
Peraturan Daerah ini meliputi :
a. bangunan cagar budaya ;
b. lingkungan cagar budaya .
BAB III
TUGAS, TANGGUNGJAWAB DAN WEWENANG
Pasal 5
Pelestarian bangunan dan/atau lingkungan
cagar budaya di Daerah menjadi tugas dan tanggungjawab Pemerintah Daerah.
Pasal 6
(1) Dalam melaksanakan tugas dan
tanggungjawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Pemerintah Daerah berwenang :
a. menetapkan prosedur dan tata cara serta
melakukan inventarisasi terhadap bangunan dan lingkungan yang diduga sebagai
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
b. menetapkan prosedur dan tata cara
pelaporan penemuan bangunan dan lingkungan yang diduga sebagai bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya ;
c. menetapkan bangunan dan/atau lingkungan
sebagai bangunan dan/atau lingkungan yang diduga sebagai bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya berdasarkan beberapa kriteria bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya ;
d. melakukan penelitian berdasarkan
kriteria untuk penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
c. melakukan pendaftaran terhadap bangunan
cagar budaya ;
d. mengatur perlindungan, pemeliharaan dan
pemanfaatan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya ;
e. memberikan izin kegiatan pemugaran,
pembongkaran dalam rangka pemugaran atau demolisi terhadap bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya ;
f. melakukan pengawasan terhadap
perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan serta pelaksanaan pemugaran bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2) Rencana tata ruang kota harus
mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan keberadaan bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kewenangan Pemerintah Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT
Pasal 7
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama
untuk menikmati keberadaan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2) Setiap orang mempunyai hak atas
informasi yang berkaitan dengan peran serta dalam pelestarian
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(3)Setiap orang mempunyai hak untuk
berperan serta dalam rangka pelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar
budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 8
(1)Setiap orang berkewajiban menjaga
kelestarian bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya serta mencegah dan
menanggulangi kerusakan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya .
(2)Setiap orang yang memiliki, menguasai
dan/atau memanfaatkan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya wajib
memelihara kelestarian dan mencegah kerusakan bangunan dan/atau lingkungan
cagar budaya.
BAB V
KRITERIA, TOLOK UKUR DAN PENGGOLONGAN
Pasal 9
(1)Penentuan
bangunan cagar budaya ditetapkan berdasarkan kriteria:
- Umur
;
- Estetika
;
- Kejamakan
;
- Kelangkaan
;
- Nilai
Sejarah ;
- Memperkuat
Kawasan ;
- Keaslian
;
- Keistimewaan
; dan/atau
- Tengeran.
(2)Penentuan
Lingkungan Cagar Budaya ditetapkan berdasarkan kriteria:
- Umur ;
- Keaslian ;
- Nilai Sejarah ;
- Kelangkaan ; dan/atau
- Ilmu Pengetahuan
Pasal 10
(1) Tolok ukur dari kriteria bangunan cagar
budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), adalah:
a. umur berkenaan dengan batas usia
bangunan cagar budaya sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun ;
b. estetika berkenaan dengan aspek rancangan
arsitektur yang menggambarkan suatu zaman dan gaya/langgam tertentu ;
c. kejamakan berkenaan dengan
bangunan-bangunan, atau bagian dari kota yang dilestarikan karena mewakili
kelas atau jenis khusus bangunan yang cukup berperan ;
d. kelangkaan berkenaan dengan jumlah yang
terbatas dari jenis atau fungsinya, atau hanya satu-satunya di lingkungan atau
wilayah tertentu ;
e. nilai sejarah berkenaan dengan peristiwa
perubahan dan/atau perkembangan kota Malang, nilai-nilai kerajaan,
kepahlawanan, peristiwa perjuangan bangsa Indosnesia, ketokohan, politik,
sosial, budaya serta nilai arsitektural yang menjadi simbol nilai kesejarahan
pada tingkat nasional dan/atau Daerah ;
f. memperkuat kawasan berkenaan dengan
bangunan-bangunan dan/atau bagian kota Malang yang karena potensi dan/atau
keberadaannya dapat mempengaruhi serta sangat bermakna untuk meningkatkan
kualitas dan citra lingkungan di sekitarnya ;
g. keaslian berkenaan dengan tingkat
perubahan dari bangunan cagar budaya baik dari aspek struktur, material,
tampang bangunan maupun sarana dan prasarana lingkungannya ;
h. keistimewaan berkenaan dengan sifat
istimewa dari bangunan dimaksud ;
i. tengeran atau landmark berkenaan dengan
keberadaan sebuah bangunan, baik tunggal maupun jamak dari bangunan atau
lansekap yang menjadi simbol/karakter suatu tempat atau lingkungan tersebut
(2) Tolok ukur dari kriteria lingkungan
cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), adalah:
a.umur berkenaan dengan usia lingkungan
terbangun, paling sedikit seusia bangunan yang telah ditetapkan atau diduga
sebagai bangunan cagar budaya ;
b.keaslian adalah keberadaan lingkungan
cagar budaya yang masih asli, baik lengkap maupun tidak lengkap
;
c.nilai sejarah berkenaan dengan peristiwa
perubahan dan/atau perkembangan kota Malang, nilai-nilai kerajaan,
kepahlawanan, peristiwa peeruangan bangsa Indonesia, ketokohan, politik,
sosial, budaya yang menjadi simbol nilai kesejarahan pada tingkat nasional
dan/atau daerah untuk memperkuat jati diri bangsa ;
d.kelangkaan berkenaan dengan tatanan
tapak atau tatanan lingkungan yang jarang ditemukan ;
e.ilmu pengetahuan, berkenaan dengan ilmu
dan pengetahuan yang berkaitan dengan lingkungan cagar budaya.
Pasal 11
(1)Berdasarkan kriteria dan tolok ukur
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 bangunan cagar budaya dibagi
dalam 4 (empat) golongan, yaitu bangunan cagar budaya Golongan A, Golongan B,
Golongan C, dan Golongan D.
(2)Bangunan cagar budaya Golongan A adalah
bangunan cagar budaya yang harus dipertahankan dengan cara preservasi.
(3)Bangunan cagar budaya Golongan B adalah
bangunan cagar budaya yang dapat dilakukan pemugaran dengan cara
restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi .
(4)Bangunan cagar budaya Golongan C adalah
bangunan cagar budaya yang dapat dilakukan pemugaran dengan cara
revitalisasi/adaptasi.
(5)Bangunan cagar budaya Golongan D adalah
bangunan cagar budaya yang keberadaannya dianggap dapat membahayakan
keselamatan pengguna maupun lingkungan sekitarnya, sehingga dapat dibongkar dan
dapat dibangun kembali sesuai dengan aslinya dengan cara demolisi.
Pasal 12
(1)Berdasarkan kriteria dan tolok ukur
sebagaimana dimaksud Pasal 9 dan Pasal 10, lingkungan cagar budaya dapat
diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) golongan yaitu golongan I, golongan II dan
golongan III .
(2)Lingkungan cagar budaya golongan I yaitu
lingkungan cagar budaya yang secara fisik masih lengkap serta memenuhi seluruh
kriteria.
(3)Lingkungan cagar budaya golongan II
yaitu lingkungan cagar budaya yang secara fisik tidak lengkap serta minimal
memenuhi kriteria umur, keaslian dan nilai sejarah .
(4)Lingkungan cagar budaya golongan III
yaitu lingkungan cagar budaya yang secara fisik tidak lengkap serta minimal
memenuhi kriteria umur dan keaslian.
Pasal 13
Pelaksanaan penggolongan bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal
12 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Daerah .
Pasal 14
Konservasi bangunan cagar budaya
Golongan A (Preservasi) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :
a. bangunan dilarang dibongkar dan/atau
diubah ;
b. apabila kondisi fisik bangunan buruk,
roboh, terbakar atau tidak layak berdiri, dapat dilakukan pembongkaran untuk
dibangun kembali seperti semula sesuai dengan aslinya ;
c. pemeliharaan dan perawatan bangunan
harus menggunakan bahan yang sama/sejenis atau memiliki karakter yang sama
dengan mempertahankan detail ornamen aslinya ;
d. dalam upaya revitalisasi dimungkinkan
adanya penyesuaian perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa
mengubah bentuk aslinya ; dan
e. di dalam persil atau lahan bangunan
cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan
yang utuh dengan bangunan utama.
Pasal 15
Konservasi bangunan cagar budaya
Golongan B (Restorasi/rehabilitasi atau rekonstruksi) dilaksanakan dengan
ketentuan sebagai berikut :
a. bangunan dilarang dibongkar kecuali
apabila kondisi fisik bangunan buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak,
sehingga dapat dilakukan pembongkaran ;
b. dalam hal bangunan cagar budaya sudah
tidak utuh lagi maka apabila dilakukan pembangunan harus sesuai dengan bentuk
aslinya dan tidak boleh membongkar bagian bangunan yang masih ada ;
c. pemeliharaan dan perawatan bangunan
cagar budaya harus dilakukan tanpa mengubah tampang bangunan, warna dan detail
serta ornamen bangunan ;
d. dalam upaya restorasi/rehabilitasi atau
rekonstruksi dimungkinkan adanya perubahan tata ruang bagian dalam, sepanjang
tidak mengubah struktur utama bangunan; dan
e. di dalam persil atau lahan bangunan
cagar budaya dimungkinkan adanya bangunan tambahan yang menjadi satu kesatuan
yang utuh dengan bangunan utama.
Pasal 16
Konservasi bangunan cagar budaya
Golongan C (Revitalisasi/adaptasi) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai
berikut :
a. perubahan bangunan dapat dilakukan
dengan syarat tetap mempertahankan tampang bangunan utama termasuk warna,
detail dan ornamennya ;
b. warna, detail dan ornamen dari bagian
bangunan yang diubah disesuaikan dengan arsitektur bangunan aslinya ;
c. penambahan bangunan di dalam tapak atau
persil hanya dapat dilakukan di belakang bangunan cagar budaya dan harus
disesuaikan dengan arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian tatanan
tapak ; dan
d. fungsi bangunan dapat diubah sesuai
dengan rencana kota.
Pasal 17
(1) Bangunan cagar budaya yang keberadaannya
dapat membahayakan keselamatan lingkungan sekitarnya dapat dilakukan demolisi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur
dan tata cara pelaksanaan demolisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur
dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB VI
INVENTARISASI DAN PENEMUAN
Pasal 18
(1) Setiap orang dapat melakukan
inventarisasi terhadap bangunan dan/atau lingkungan yang diduga sebagai
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya .
(2) Kegiatan inventarisasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), harus terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari
Kepala Daerah.
(3) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), harus dilaporkan secara berkala kepada Kepala Daerah setiap
1(satu) bulan sejak tanggal diberikan rekomendasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), diatur
dengan Peraturan Kepala Daerah.
Pasal 19
(1) Setiap orang yang menemukan atau
mengetahui ditemukannya bangunan dan/atau lingkungan yang diduga sebagai
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang tidak diketahui pemiliknya,
wajib melaporkan kepada Pemerintah Daerah paling lambat 14(empat belas) hari sejak
ditemukan atau mengetahui ditemukannya.
(2) Berdasarkan laporan tersebut, terhadap
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
segera dilakukan penelitian.
(3) Sejak diterimanya laporan dan selama
dilakukannya proses penelitian terhadap bangunan dan/atau lingkungan cagar
budaya yang ditemukan diberikan perlindungan sebagai bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya.
(4) Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah menentukan bangunan dan/atau lingkungan
sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya atau bukan bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya, dan menetapkan :
a. pemilikan
oleh Negara dengan pemberian imbalan yang wajar ;
b. pemilikan
sebagian dari bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya oleh penemu ;
c. penyerahan kembali kepada penemu,
apabila terbukti bangunan dan/atau lingkungan tersebut bukan sebagai bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya yang tidak diketahui pemiliknya ; atau
d. pemilikan, penguasaan dan pemanfaatannya
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, apabila bangunan
dan/atau lingkungan tersebut ternyata merupakan bangunan dan/atau lingkungan
cagar budaya yang tidak diketahui pemiliknya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pelaporan, penelitian dan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat
(2), ayat (3) dan ayat (4), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah .
BAB VII
PENETAPAN DAN PEMBERIAN TANDA BANGUNAN
DAN/ATAU LINGKUNGAN CAGAR BUDAYA
Pasal 20
(1)Penetapan bangunan dan/atau lingkungan
sebagai bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya didasarkan pada kriteria,
tolok ukur dan penggolongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal
11 dan Pasal 12.
(2)Penetapan bangunan dan/atau lingkungan
menjadi bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya harus melalui pertimbangan
dari Tim Cagar Budaya.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur
penetapan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya diatur dengan Peraturan
Kepala Daerah.
(4)Tim Cagar Budaya sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dibentuk oleh Kepala Daerah setelah mendapat persetujuan dari
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(5)Kepala Daerah melalui Pejabat yang
ditunjuk memberitahukan tentang penetapan bangunan dan/atau lingkungan cagar
budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemilik bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya dimaksud.
Pasal 21
(1) Setiap orang yang memiliki, menghuni
atau mengelola bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya wajib memasang tanda
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang mudah dilihat oleh
umum.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanda
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB VIII
PENDAFTARAN
Pasal 22
(1) Setiap orang yang memiliki bangunan
cagar budaya wajib mendaftarkannya.
(2) Pendaftaran bangunan cagar budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi :
a. pemilikan ;
b. penguasaan ;
c. pengalihan hak ; dan
d. pemindahan tempat.
(3) Pendaftaran bangunan cagar budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dibebani biaya pendaftaran.
(4) Pendaftaran bangunan cagar budaya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis dengan
dilengkapi data mengenai :
a. identitas pemilik ;
b. riwayat pemilikan bangunan cagar budaya
; dan
c. jenis, jumlah, bentuk, serta ukuran
bangunan cagar budaya.
Pasal 23
(1)Pemilik yang telah memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4), diberi Surat Bukti Pendaftaran.
(2)Surat bukti pendaftaran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku apabila bangunan cagar budaya tersebut :
a.dialihkan pemilikannya ; atau
b.dipindahkan ke lain daerah .
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai
pendaftaran bangunan cagar budaya diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB IX
PENGUASAAN, PEMILIKAN, PENGELOLAAN DAN
PEMANFAATAN
Pasal 24
(1)Dalam rangka pelestarian, bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya dikuasai oleh Pemerintah Daerah.
(2)Penguasaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Pemerintah Daerah melaksanakan tugas, tanggung jawab dan wewenang
sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 6 serta menjatuhkan sanksi terhadap
pelanggaran Peraturan Daerah ini.
Pasal 25
(1)Bangunan dan/atau lingkungan cagar
budaya dapat dimiliki oleh setiap orang.
(2)Pemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tetap memperhatikan fungsi sosial dan sepanjang tidak bertentangan dengan
Peraturan Daerah ini dan peraturan perundang-undang lain yang berlaku.
(3)Pengalihan pemilikan bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya dapat dilakukan dengan mengutamakan pengalihannya
kepada Pemerintah Daerah dengan ganti rugi sesuai peraturan perundang- undangan
yang berlaku.
(4)Dalam hal Pemerintah Daerah tidak dapat
mengambil alih bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya, maka pengalihan dapat
dilakukan dengan orang lain.
(5)Pengalihan pemilikan kepada orang lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), tidak dapat mengubah penggolongan bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya yang telah ditetapkan.
Pasal 26
(1)Setiap orang dapat melakukan pengelolaan
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Apabila setiap orang tidak mampu
merawat, memugar dan/atau lingkungan cagar budaya, Pemerintah Daerah dapat
melakukan pengelolaa dengan persetujuan pemilik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 27
(1)Setiap orang dapat melakukan pemanfaatan
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya untuk kepentingan agama, sosial,
pariwisata, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
(2)Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), dengan tetap memperhatikan kelestarian bangunan dan/atau lingkungan
cagar budaya.
(3)Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus mendapat izin dari Kepala Daerah.
Pasal 28
(1)Pendirian bangunan baru pada lahan
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya harus menyesuaikan situasi dan
kondisi bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Pendirian bangunan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), harus serasi dengan lingkungan baik bentuk, ketinggian dan nilai
arsitekturnya.
(3)Setiap orang yang akan mendirikan
bangunan sebagaiman dimaksud pada ayat (1), harus mendapat Izin Mendirikan
Bangunan dari Kepala Daerah.
Pasal 29
(1)Permohonan izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 dan Pasal 28 diajukan kepada Kepala Daerah melalui Pejabat yang
ditunjuk.
(1)Pemberian izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 27 dan Pasal 28 harus mendapat pertimbangan lebih dahulu dari Tim
Cagar Budaya.
BAB X
PERLINDUNGAN, PEMELIHARAAN DAN PEMUGARAN
Pasal 30
(1)Setiap orang wajib melindungi bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Perlindungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berdasarkan pada penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar
budaya yang telah ditetapkan.
Pasal
31
(1)Setiap orang wajib memelihara bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), berdasarkan pada penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar
budaya yang telah ditetapkan.
(3)Dalam rangka pemeliharaan terhadap
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya yang secara fisik mengalami penurunan
kualitas dapat dilakukan pemugaran .
Pasal
32
(1)Setiap orang dapat melakukan pemugaran
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya.
(2)Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berdasarkan pada penggolongan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya
yang telah ditetapkan .
(3)Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), harus mendapat izin dari Kepala Daerah.
Pasal
33
Setiap
orang yang akan membongkar sebagian atau melakukan demolisi terhadap bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya harus memiliki Izin Membongkar.
Pasal
34
(1)Permohonan izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 dan Pasal 33 diajukan kepada Kepala Daerah melalui Pejabat yang
ditunjuk.
(2)Pemberian izin sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 dan Pasal 33 harus mendapat pertimbangan terlebih dahulu dari
Tim Cagar Budaya .
BAB
XI
HAK
DAN KEWAJIBAN PEMILIK, PENGHUNI DAN PENGELOLA
Pasal
35
(1)Setiap orang yang memiliki, menghuni
dan/atau mengelola bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya diberikan bantuan
atau kompensasi yang diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
(2)Pemilik, penghuni dan/atau pengelola
lingkungan dan/atau bangunan cagar budaya yang melaksanakan pemugaran sesuai
dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku, dapat diberi kemudahan perizinan
dan/atau insentif pembangunan lainnya, yang diatur dengan Peraturan Kepala
Daerah.
Pasal
36
(1)Setiap orang yang memiliki, menghuni
dan/atau mengelola bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya wajib melindungi,
memelihara dan melestarikan bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya tersebut.
(2)Pemilik, penghuni dan atau pengelola
bangunan dan/atau lingkungan cagar budaya wajib melaksanakan pemugaran sesuai
dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku.
(3)Bagi pemilik, penghuni dan atau
pengelola yang tidak mampu melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada
ayat (2), maka kewajiban tersebut dapat dialihkan kepada Pemerintah Daerah atau
pihak lain dan pemanfaatan atas bangunan serta lingkungan cagar budaya tersebut
dilakukan sesuai dengan kesepakatan bersama.
BAB
XII
PEMULIHAN
Pasal
37
(1)Apabila pemilik, penghuni dan/atau
pengelola bangunan cagar budaya dengan sengaja menelantarkan bangunannya
sehingga mengakibatkan kerusakan baik ringan maupun berat, yang bersangkutan
berkewajiban untuk memulihkan keadaan bangunannya seperti semula.
(2)Pemilik, penghuni dan/atau pengelola
lingkungan cagar budaya yang melakukan pelestarian lingkungan dan/atau bangunan
cagar budaya yang tidak sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini,
diwajibkan memulihkan lingkungan dan/atau bangunan menjadi keadaan semula
dengan biaya sendiri.
(3)Apabila pemulihan tidak dilaksanakan,
maka tidak akan diterbitkan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan akan dikenakan
sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
(4)Bangunan dan/atau lingkungan cagar
budaya yang telah mengalami pemulihan tetap mempunyai golongan sama seperti
sebelumnya.
BAB
XIII
PENGHARGAAN
Pasal
38
(1)Kepala Daerah dapat memberikan
penghargaan kepada Pemilik, Pengelola dan/atau Penghuni bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya yang telah melaksanakan pelestarian terhadap bangunan
dan/atau lingkungan cagar budaya dimaksud.
(2)Bagi yang telah berulang kali
mendapatkan penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang bersangkutan
dapat diangkat/dinyatakan sebagai warga kota teladan dalam hal pelestarian
bangunan dan /atau lingkungan cagar budaya.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai
pemberian penghargaan dan pengangkatan sebagai warga teladan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Kepala Daerah.
BAB
XIV
PENGAWASAN
Pasal
39
(1)Pengawasan terhadap ketentuan dalam
Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Kepala Daerah melalui Pejabat yang
ditunjuk.
(2)Untuk pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), Pejabat yang ditunjuk berwenang mengadakan pemeriksaan
dan pengawasan terhadap berbagai kegiatan menyangkut bangunan dan/atau
lingkungan cagar budaya.
(3)Guna menunjang tugas pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kepala Daerah dapat membentuk
Tim Pengawasan Cagar Budaya.
BAB
XV
SANKSI
ADMINISTRASI
Pasal
40
(1)Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk
berwenang menerapkan sanksi administrasi berupa :
a. penghentian paksa kegiatan pemugaran,
pembongkaran atau perobohan bangunan cagar budaya yang tidak memiliki Izin atau
tidak sesuai dengan Izin yang diberikan ;
b. penetapan uang paksa, sebesar Rp.
2.000.000,- (dua juta rupiah) atas keterlambatan per-hari untuk mematuhi
perintah penghentian paksa kegiatan sebagaimana dimaksud pada huruf a ;
dan/atau
c. pencabutan Izin - izin yang telah
dilanggar.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur
dan tata cara pelaksanaan sanksi administrasi diatur dengan Peraturan Kepala
Daerah.
BAB
XVI
KETENTUAN
PENYIDIKAN
Pasal
41
(1)Penyidik Pegawai Negeri Sipil di
lingkungan Pemerintah Daerah berwenang untuk melaksanakan penyidikan terhadap
tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini.
(2)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dalam melaksanakan tugas mempunyai wewenang :
a. menerima laporan atau pengaduan dari
seseorang mengenai adanya tindak pidana atas pelanggaran Peraturan Daerah ;
b. melakukan tindakan pertama dan
pemeriksaan di tempat kejadian ;
c. menyuruh berhenti seseorang dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka ;
d. melakukan penyitaan benda atau surat ;
e. mengambil sidik jari dan memotret
seseorang ;
f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa
sebagai tersangka atau saksi ;
g. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara ;
h. mengadakan penghentian penyidikan
setelah mendapat petunjuk dari penyidik POLRI bahwa tidak terdapat cukup bukti
atau peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana dan selanjutnya melalui
penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya ;
i. mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang dapat dipertanggungjawabkan.
(3)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), tidak berwenang untuk melakukan penangkapan dan/atau penahanan.
(4)Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
Hukum Acara Pidana.
BAB
XVII
KETENTUAN
PIDANA
Pasal
42
(1)Setiap orang yang melanggar ketentuan
Pasal 18 ayat (2), Pasal 19 ayat (1), Pasal 21ayat (1), Pasal 22 ayat (1),
Pasal 27 ayat (3), Pasal 28 ayat (3), Pasal 32 ayat (3), Pasal 33, Pasal 36
ayat (1) atau Pasal 37 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3
(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah).
(2)Ketentuan pidana dimaksud pada ayat (1),
tidak mengurangi ketentuan pidana dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya.
(3)Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), adalah pelanggaran.
BAB
XVIII
KETENTUAN
PERALIHAN
Pasal
43
Pada
saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku setiap orang yang belum mendaftarkan
bangunan cagar budaya sebagaimana diatur dalam Pasal 22 Peraturan Daerah ini,
wajib mendaftarkan kepada Pejabat yang ditunjuk oleh Kepala Daerah paling
lambat 2 (dua) tahun sejak Peraturan Daerah ini diberlakukan.
BAB
XIX
PENUTUP
Pasal
44
Ketentuan
mengenai pelaksanaan Peraturan Daerah ini, diatur dengajn Peraturan Kepala
Daerah.
Pasal
45
Peraturan
Daerah ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) bulan sejak tanggal pengundangan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah
ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Malang.
Ditetapkan
Di Malang
Pada
Tanggal 19 Juni 2012
Wali
Kota Kota Malang
ttd
Zaitun
Ningsih
Diandangkan
Di Malang
Pada
Tanggal 8 September 2012
Sekretaris
Daerah
Kota
Malang
ttd
Nurkhalis
1 komentar:
Thunderstruck Casino | Shootercasino.com
Thunderstruck Casino. Thunderstruck Casino. Thunderstruck Casino | Thunderstruck Casino. Thunderstruck Casino | Thunderstruck Casino 1XBET | Thunderstruck 우리카지노 Casino. 샌즈카지노 Thunderstruck Casino | Thunderstruck
Posting Komentar